Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2019

Pecah

Mungkin hari ini saya akan menuangkan cerita lebih sedikit dari sebelumnya, selain faktor belum makan dari kemarin, hari ini saya juga sedang merasa kurang bahagia. Pecah, tangis saya pecah pagi ini. Kesalahan yang selalu ada di pihak saya membuat saya harus bersedih lagi dan lagi. Kesalahan saya lagi yang akhirnya menyulitkan saya. Saya sering bertanya pada diri sendiri, sebenarnya saya itu bodoh atau apa? Mengapa semua kesalahan selalu dimulai dari saya? Mengapa semua hal yang berkaitan dengan sakit-menyakiti selalu ada dari saya? Sumpah mati, saya tidak pernah mau menjadi bodoh dan lalai seperti ini. Tapi saya juga manusia, yang sering melupakan sesuatu dan tidak bisa menjadi sempurna untuk terlihat baik. Saya lalai, saya membuat kesalahan, saya juga punya perasaan.  Yang seharusnya tersakiti memang pihak seberang, tapi apakah pagi hari saya harus hancur dengan amarahnya? Tidak, saya tidak boleh menyalahkan siapapun kecuali diri saya sendiri. Ia marah karena saya, pagi saya ...

Jatuh Cinta

Katanya, jatuh cinta berjuta rasanya. Jatuh cinta akan terasa begitu indah jika kamu menaruh hati di hati orang yang tepat. Kalau kamu menaruh hati disalah tempat, bisa-bisa bukan bahagia yang kamu rasakan, malah mungkin jadi derita. Hati yang baik pasti akan selalu disematkan di hati yang baik juga, dan saya pun sudah mengalaminya, mulai dari menaruh hati di orang yang salah hingga pada akhirnya di titik ini saya berani meyakini bahwa dia adalah orang yang tepat untuk saya menjatuhkan pilihan dan hati.  Tidak se-instan itu prosesnya, terkadang kamu harus melewati berbagai masalah hati yang membuat diri menjadi ragu apakah kamu pantas untuk mendapatkan hati yang baik. Begitu pun saya, masa pacaran saya tidak selalu diisi dengan hal yang baik dan menarik, apalagi membahagiakan. Bahagia yang saya rasakan ketika menjalani masa cinta remaja kala itu dipenuhi dengan cobaan, meski tidak dipungkiri disitu tersemat senyuman. Tapi jika dibuat perbandingan, senyuman dan makian dari saya,...

Rintang Melintang

Benar memang kata banyak orang diluar sana mengenai bertebarnya rintangan ketika kita akan menghadapi pernikahan. Pernikahan adalah jenjang dalam suatu hubungan yang paling atas, dan butuh banyak pengorbanan. Permasalahan yang malang-melintang ini awalnya saya takis dan tidak ingin percaya. Tapi memang masa nya saya harus menghadapi rintangan dalam pernikahan. Proses hingga tahap pernikahan yang sudah saya rencanakan dengan pasangan saya, sudah 75%. Mulai dari persiapan pertunangan hingga gedung pernikahan. Sudah disiapkan sedemikian rupa dengan harapan mulus tanpa tercela. Segala sesuatu yang berhubungan dengan pertunangan, seperti seserahan, pakaian, Make Up Artist, catering, sudah mantap adanya. Ketika membicarakan pernikahan pun, menurut saya sudah pada posisi aman. Ketika saya dan pasangan saya dihadapkan pada kenyataan yang menyenangkan, memang harus ada yang menguatkan keyakinkan. Keyakinan bahwa mental kami berdua siap ditempa untuk mempertahankan niat baik. Keyakinan bahwa n...

Redam

Semakin hari, saya merasa saya selalu melakukan hal bodoh yang menyakiti hati orang lain. Terlebih orang lain ini adalah pasangan saya. Singkat cerita, pikiran-pikiran bodoh yang berlalu lalang dijalan otak saya membuat ia marah dan tersinggung. Apa mungkin umur saya yang masih menganggap segala sesuatunya sebercanda itu? Saya jadi harus berpikir 2 kali sebelum membuat candaan-candaan yang sekiranya berkonten sensitif. 2 hari berturut-turut saya melakukan kebodohan, menjadikan kata "maaf" segampang itu. Saya berpikir, kebodohan saya ini masih dalam batas wajar, ternyata tidak. Saya membuat ia marah besar, dan ya, setiap kali ia marah, saya semakin menganggap diri saya hanya bisa melakukan hal bodoh. Terlepas dari yang katanya saya ini baik dan unik, terkadang keunikan saya lah yang menjadi sumber utama permasalahan. Saya jadi ingin mengubur dalam-dalam keunikan saya ini. Saya terlalu menggangap semuanya bisa menjadi bahan bercandaan. Saya bodoh. Saya terlalu kekanak-kanakan...

Di Depan

Ada apa sih di depan? Ya, ada masa depan saya. Memang belum terlihat, dan memang tidak akan mungkin saya bisa melihat masa depan. Namun yang saya yakini pasti adalah, apa yang saya kerjakan saat ini dan saya alami saat ini sudah menunjukan kira-kira masa depan saya seperti apa. Dalam umur saya yang masih menginjak di angka 21, belum banyak prestasi yang saya dapatkan. Saya sempat merasa minder karena saya belum bisa meraih prestasi-prestasi yang mungkin orang lain sudah dapatkan. Kebodohan saya waktu itu adalah saya selalu membandingkan diri saya terhadap orang lain, dimana orang lain tersebut adalah orang yang pernah menjadi bagian dari diri pasangan saya. Saya merasa dirinya lebih hebat dan lain sebagainya karena telah banyak mendapatkan penghargaan, serta terlihat berwawasan luas. Ia telah menyelesaikan S2 nya dan memiliki pikiran dewasa, sempat saya berpikir pasangan saya lebih cocok dengannya, karena faktor umur mereka yang tidak terlalu jauh, serta kecocokan dari cara berpikirn...

Cerita Dia

Saya paham kemampuan bercerita seseorang akan berbeda satu sama lain. Menurut saya, tulisan saya sudah cukup menceritakan kebahagiaan saya, kesedihan bahkan amarah saya. Saya tidak cakap dalam menggunakan frasa-frasa yang katanya zaman sekarang disebut "aesthetic" atau mungkin "artistic" ? Saya kurang paham.  Pernah suatu kali saya membaca sebuah karya seseorang yang saya tidak kenal secara personal, namun saya tau cerita dia. Indah. Bagus. Frasa yang digunakan juga sempurna, saya suka membacanya. Karya nya begitu kreatif, diselingi berbagai foto yang juga aesthetic, bahkan untuk foto pemandangan pun saya tidak bisa. Saya selalu dimaki teman-teman saya ketika saya diberikan kepercayaan untuk mengambil gambar mereka, hasilnya? Ya ada wajah-wajah mereka, namun tidak sesuai angle nya. Haha. Kembali lagi dengan cerita dia. Saya selalu suka ketika saya harus membaca tulisan-tulisan yang dibarengi dengan gambar-gambar yang bagus, menurut saya cerita dia berhasil dan ...

Standarisasi Cantik

Perempuan manapun pasti menginginkan dirinya menjadi perempuan cantik dan bisa dibilang sempurna, termasuk saya. Namun mengapa kebanyakan perempuan juga merasa dirinya tidak cantik dan tidak menarik, termasuk saya juga (haha). Mungkin ini semua dikarenakan dengan adanya standarisasi cantik dari berbagai opini, karena saya percaya pendapat mengenai kecantikan akan selalu berbeda dari tiap-tiap pribadi. Sayang disayangkan, menurut saya cantik itu adalah dari fisik semata, saya tutup mata untuk melihat karya-karya atau kelebihan dari orang lain selain tampang rupawan dan tubuh menawan. Saya selalu merasa saya tidak dalam atau mungkin tidak mencapai dari standarisasi cantik tersebut. Saya merasa saya berbadan gemuk, rambut pendek, wajah tak mulus serta berkacamata. Membandingkan diri saya sendiri dengan kebanyakan orang membuat saya semakin percaya bahwa merekalah yang masuk dalam standarisasi cantik. Bertubuh jenjang, berwajah anggun, dengan kepribadian feminim nya, oh ya, serta berpen...

Ramai-Sepi

Bagiku mereka sama saja, memberikan keramaian yang berujung sepi Aku tidak menyalahkan keadaan, namun aku menyayangkan mengapa tidak jadi berbeda saja antara 2 situasi itu. Ramai, aku mau hidupku penuh keramaian.  Keramaian dari indahnya suara mu Sepi, aku tidak mau sepi. Aku tidak mau mataku melihat kekosongan yang tidak ada dirimu dihadapanku. Aku takut jika aku harus menjadi sendiri.  Aku sudah terlalu bahagia dengan ramai hingga takut menjadi bagian dari sepi. 7 hari disetiap bulan dan tahun aku mau ada kamu yang meramaikan hidupku hingga aku lupa bagaimana pilu nya rasa sepi. Mungkin permintaanku terasa sedikit berlebihan dan egois, namun memang kenyataannya aku butuh kamu.  Ramaikan hariku, Manfred.