Benar memang kata banyak orang diluar sana mengenai bertebarnya rintangan ketika kita akan menghadapi pernikahan. Pernikahan adalah jenjang dalam suatu hubungan yang paling atas, dan butuh banyak pengorbanan. Permasalahan yang malang-melintang ini awalnya saya takis dan tidak ingin percaya. Tapi memang masa nya saya harus menghadapi rintangan dalam pernikahan.
Proses hingga tahap pernikahan yang sudah saya rencanakan dengan pasangan saya, sudah 75%. Mulai dari persiapan pertunangan hingga gedung pernikahan. Sudah disiapkan sedemikian rupa dengan harapan mulus tanpa tercela. Segala sesuatu yang berhubungan dengan pertunangan, seperti seserahan, pakaian, Make Up Artist, catering, sudah mantap adanya. Ketika membicarakan pernikahan pun, menurut saya sudah pada posisi aman. Ketika saya dan pasangan saya dihadapkan pada kenyataan yang menyenangkan, memang harus ada yang menguatkan keyakinkan. Keyakinan bahwa mental kami berdua siap ditempa untuk mempertahankan niat baik. Keyakinan bahwa niat baik ini harus dilaksanakan demi cinta. Keyakinan kami diuji dengan rintangan.
Ingat cerita saya mengenai kakak saya? Disitu saya pernah menerangkan bahwa kebahagiaan yang sudah saya terima dari pasangan saya, harus terganggu dengan kehadirannya yang menurut saya tidak terlalu penting. Ia meninggikan ego nya sebagai kakak yang inginnya dihormati, tanpa bersikap untuk pantas mendapatkan hormat dari saya. Rintangan ini mungkin bagi kebanyakan orang tidak terlalu berat. Namun bagi saya, jujur, ini adalah yang terberat. Tidak bilang bahwa tidak direstui, namun seakan-akan ini menjadi penghalang bagi kami untuk meneruskan perjalanan. Jika masalah ini tidak pernah ada dan tidak pernah muncul, saya rasa pemikiran dan hati saya tidak harus terbagi 2. Saya hanya ingin fokus pada persiapan-persiapan yang menyenangkan. Kasarnya, saya harus meluangkan waktu berharga saya (bisa digunakan untuk beristirahat setelah kerja, atau bercengkerama dengan kekasih saya) untuk menemui dia yang belum jelas topik pembicaraannya. Heran. Saya sampai pecah kepala. Kekasih hati saya lah satu-satu nya orang yang sabar menunggu ketika tangis saya akhirnya luruh. Ia memeluk saya, mengatakan bahwa semua nya akan baik-baik saja, padahal saya tahu, dalam hati dan pikirannya, ia juga memikirkan hal yang sama dengan saya, tidak semudah itu. Amarah saya sudah sampai puncaknya, saya benar-benar ingin menyudahi rintangan ini.
Namun, ada rasa syukur yang saya ambil dari hal ini. Saya menjadi yakin bahwa pasangan saya adalah yang tepat untuk diajak berjuang. Pasangan saya adalah orang yang tepat untuk menjadi yang terakhir bagi saya. Omong kosong kalau saya tidak mencintai dia sepenuhnya. Saya sudah jatuh cinta.
Rintang melintang, ingatlah pada waktunya kamu akan dikalahkan oleh keyakinan hati 2 manusia yang saling mencintai.
Proses hingga tahap pernikahan yang sudah saya rencanakan dengan pasangan saya, sudah 75%. Mulai dari persiapan pertunangan hingga gedung pernikahan. Sudah disiapkan sedemikian rupa dengan harapan mulus tanpa tercela. Segala sesuatu yang berhubungan dengan pertunangan, seperti seserahan, pakaian, Make Up Artist, catering, sudah mantap adanya. Ketika membicarakan pernikahan pun, menurut saya sudah pada posisi aman. Ketika saya dan pasangan saya dihadapkan pada kenyataan yang menyenangkan, memang harus ada yang menguatkan keyakinkan. Keyakinan bahwa mental kami berdua siap ditempa untuk mempertahankan niat baik. Keyakinan bahwa niat baik ini harus dilaksanakan demi cinta. Keyakinan kami diuji dengan rintangan.
Ingat cerita saya mengenai kakak saya? Disitu saya pernah menerangkan bahwa kebahagiaan yang sudah saya terima dari pasangan saya, harus terganggu dengan kehadirannya yang menurut saya tidak terlalu penting. Ia meninggikan ego nya sebagai kakak yang inginnya dihormati, tanpa bersikap untuk pantas mendapatkan hormat dari saya. Rintangan ini mungkin bagi kebanyakan orang tidak terlalu berat. Namun bagi saya, jujur, ini adalah yang terberat. Tidak bilang bahwa tidak direstui, namun seakan-akan ini menjadi penghalang bagi kami untuk meneruskan perjalanan. Jika masalah ini tidak pernah ada dan tidak pernah muncul, saya rasa pemikiran dan hati saya tidak harus terbagi 2. Saya hanya ingin fokus pada persiapan-persiapan yang menyenangkan. Kasarnya, saya harus meluangkan waktu berharga saya (bisa digunakan untuk beristirahat setelah kerja, atau bercengkerama dengan kekasih saya) untuk menemui dia yang belum jelas topik pembicaraannya. Heran. Saya sampai pecah kepala. Kekasih hati saya lah satu-satu nya orang yang sabar menunggu ketika tangis saya akhirnya luruh. Ia memeluk saya, mengatakan bahwa semua nya akan baik-baik saja, padahal saya tahu, dalam hati dan pikirannya, ia juga memikirkan hal yang sama dengan saya, tidak semudah itu. Amarah saya sudah sampai puncaknya, saya benar-benar ingin menyudahi rintangan ini.
Namun, ada rasa syukur yang saya ambil dari hal ini. Saya menjadi yakin bahwa pasangan saya adalah yang tepat untuk diajak berjuang. Pasangan saya adalah orang yang tepat untuk menjadi yang terakhir bagi saya. Omong kosong kalau saya tidak mencintai dia sepenuhnya. Saya sudah jatuh cinta.
Rintang melintang, ingatlah pada waktunya kamu akan dikalahkan oleh keyakinan hati 2 manusia yang saling mencintai.
Comments
Post a Comment