Skip to main content

Standarisasi Cantik

Perempuan manapun pasti menginginkan dirinya menjadi perempuan cantik dan bisa dibilang sempurna, termasuk saya. Namun mengapa kebanyakan perempuan juga merasa dirinya tidak cantik dan tidak menarik, termasuk saya juga (haha). Mungkin ini semua dikarenakan dengan adanya standarisasi cantik dari berbagai opini, karena saya percaya pendapat mengenai kecantikan akan selalu berbeda dari tiap-tiap pribadi.

Sayang disayangkan, menurut saya cantik itu adalah dari fisik semata, saya tutup mata untuk melihat karya-karya atau kelebihan dari orang lain selain tampang rupawan dan tubuh menawan. Saya selalu merasa saya tidak dalam atau mungkin tidak mencapai dari standarisasi cantik tersebut. Saya merasa saya berbadan gemuk, rambut pendek, wajah tak mulus serta berkacamata. Membandingkan diri saya sendiri dengan kebanyakan orang membuat saya semakin percaya bahwa merekalah yang masuk dalam standarisasi cantik. Bertubuh jenjang, berwajah anggun, dengan kepribadian feminim nya, oh ya, serta berpenampilan fashionable! Dan sebenarnya ada satu faktor lagi, pandai mengayuhkan berbagai jenis brush ke wajahnya sehingga VOILA! Bisa jadi cantik dalam hitungan jam. Ada beberapa hal yang bahkan saya tidak bisa ikuti, atau bahkan semua hal yang saya sebutkan diatas tidak bisa saya capai, bahkan saya hanya bisa berdandan seadanya asal jerawat-jerawat saya bisa tersamarkan. Sedih ya? Harus menjadi palsu untuk diri sendiri. Anehnya, tingkat kepercayaan diri saya sedikit meningkat ketika saya harus menjadi palsu.

Pun ada pembahasan mengenai harus menjadi apa adanya. Se-apa adanya orang, menurut saya kalau pembawaannya sudah cantik ya bersyukurlah karena penilaian nya menjadi bertambah. Namun untuk ukuran seorang saya, Natasya Maruli, mau jadi apa adanya, nampaknya saya kurang bisa, kecuali sikap. Saya termasuk orang yang apa adanya mengenai cara bersikap, saya se-natural itu. Tapi kalau ditanya soal fisik dan wajah saya selalu berusaha untuk tidak apa adanya. Saya berolahraga keras, mengeluarkan banyak biaya untuk mempercantik diri. Saya selalu merasa tidak puas ketika melihat perempuan-perempuan diluar sana yang terlihat sempurna, banyak yang menyukainya dan pintar. Lihat? Saya menaruh bagian kelebihannya dibelakang, di urutan pertama "sempurna" dan urutan kedua "banyak yang menyukainya". Sedih memang ketika standarisasi cantik ini merusak kepercayaan diri saya. Memang seharusnya bukan faktor ini yang disalahkan, harus nya saya menyalahkan diri saya sendiri mengapa saya bisa terbawa dengan hal-hal seperti ini. Saya sedang mencoba untuk merubah pola pikir ini perlahan, namun ketika akhirnya saya harus dihadapkan dengan berbagai foto di sosial media yang menampilkan kecantikan orang lain, saya merasa usaha saya runtuh. 

Jadi, standarisasi cantik menurut kalian itu apa sih? 

Comments

Popular posts from this blog

Di Depan

Ada apa sih di depan? Ya, ada masa depan saya. Memang belum terlihat, dan memang tidak akan mungkin saya bisa melihat masa depan. Namun yang saya yakini pasti adalah, apa yang saya kerjakan saat ini dan saya alami saat ini sudah menunjukan kira-kira masa depan saya seperti apa. Dalam umur saya yang masih menginjak di angka 21, belum banyak prestasi yang saya dapatkan. Saya sempat merasa minder karena saya belum bisa meraih prestasi-prestasi yang mungkin orang lain sudah dapatkan. Kebodohan saya waktu itu adalah saya selalu membandingkan diri saya terhadap orang lain, dimana orang lain tersebut adalah orang yang pernah menjadi bagian dari diri pasangan saya. Saya merasa dirinya lebih hebat dan lain sebagainya karena telah banyak mendapatkan penghargaan, serta terlihat berwawasan luas. Ia telah menyelesaikan S2 nya dan memiliki pikiran dewasa, sempat saya berpikir pasangan saya lebih cocok dengannya, karena faktor umur mereka yang tidak terlalu jauh, serta kecocokan dari cara berpikirn...

Bucin

Apa sih Bucin? Kata ini kerap terdengar dikalangan masyarakat sekarang, dan terkadang saya juga dijuluki "Bucin" ini. Kepanjangan dari kata ini tidak lain adalah Budak Cinta. Lalu, mengapa banyak orang mengatakan hal ini kepada pasangan-pasangan yang sedang jatuh cinta sedemikian rupa? Hmm. Kata orang Bucin itu adalah orang yang apa-apa selalu memberi prioritas utama pada pasangannya. Pertanyaannya, ada yang salah dengan menjadikan tambatan hatinya sebagai prioritas? Bagi saya tidak. Tingkah laku seperti apa yang bisa membuat seseorang dikatakan "Bucin" ? Dari pengalaman saya, saya akan coba tuliskan disini. 1. Mengabari pasangan saya kapanpun dan dimanapun.     Aneh menurut saya hal ini dikatakan sebagai "Bucin" things. Padahal tujuan dari mengabari pasangan adalah agar pasangan kita tidak merasa khawatir dan dapat memantau keberadaan kita, sehingga jika terjadi sesuatu hal yang darurat pasangan kita akan tahu keberadaan kita  dan bisa segera men...

Telinga Yang Tak Pernah Lelah Mendengar

Ketika lidahku tidak bisa ku redam, keluhku, resahku, khawatirku, ada telinga yang siap mendengar setiap saat. Aku tahu, ada kalanya telinga itu lelah mendengar, lelah menangkap kata-kata ku, lelah berpaku pada keluhku. Terkadang aku hanya mau ditenangkan dan dipeluk, tapi aku sadar sabar mu ada batasnya, nasihatmu ada titiknya yang mengharuskan ku menata hatiku sendiri bagaimana aku bisa mengolah perasaanku. Selain telinga mu, aku juga punya tempat mengadu dan berkeluh yang lebih besar kuasanya. Aku punya Tuhan. Walaupun terkadang, aku sebagai manusia yang seperti tidak tahu diri, hanya mengeluh, berkeluh dan berpeluh, tapi dibalik itu, aku selalu berusaha menyematkan syukurku, terimakasihku, dan sukacita ku.  Memang, hanya keluhku yang aku lihatkan, namun sebenarnya dalam hatiku yang terdalam aku selalu berusaha mengucap syukur dan bahagiaku. Tolong, jangan pernah lelah mendengarku, walau aku tahu semua itu ada batasnya.