Skip to main content

Redam

Semakin hari, saya merasa saya selalu melakukan hal bodoh yang menyakiti hati orang lain. Terlebih orang lain ini adalah pasangan saya.

Singkat cerita, pikiran-pikiran bodoh yang berlalu lalang dijalan otak saya membuat ia marah dan tersinggung. Apa mungkin umur saya yang masih menganggap segala sesuatunya sebercanda itu? Saya jadi harus berpikir 2 kali sebelum membuat candaan-candaan yang sekiranya berkonten sensitif. 2 hari berturut-turut saya melakukan kebodohan, menjadikan kata "maaf" segampang itu. Saya berpikir, kebodohan saya ini masih dalam batas wajar, ternyata tidak. Saya membuat ia marah besar, dan ya, setiap kali ia marah, saya semakin menganggap diri saya hanya bisa melakukan hal bodoh. Terlepas dari yang katanya saya ini baik dan unik, terkadang keunikan saya lah yang menjadi sumber utama permasalahan. Saya jadi ingin mengubur dalam-dalam keunikan saya ini. Saya terlalu menggangap semuanya bisa menjadi bahan bercandaan. Saya bodoh. Saya terlalu kekanak-kanakan. Salah saya. Salah pikiran saya yang menggangap bahwa semua orang bisa berpikiran sama dengan saya. Lalu saya harus bagaimana? Sudah terlanjur kepalang ia marah dengan saya. 

Oh ya, untuk kalimat "menjadikan kata maaf segampang itu", bukan berarti saya dengan sengaja dan menggampangkan suatu masalah dan mengakhirinya dengan maaf begitu saja. Maksud saya adalah, ketika masalah yang saya buat, saya hanya bisa meggunakan kata maaf dan maaf. Saya termasuk orang yang sulit untuk membahasakan ingin dan maksud secara lisan, lebih suka menulis. Jadi terkadang ketika masalah itu terjadi, saya hanya bisa diam dan mengucapkan maaf. Jarang sekali saya bisa menjelaskan isi hati saya. Rasanya ingin lenyap. Hati sebaik pasangan saya, segampang itu saya buat terluka hanya karena kebodohan fatal yang saya perbuat. Saya tidak selingkuh, hanya orang tidak ada otak yang mau menyimpang rasa dari orang sebaik dia. Lagi, karena bercandaan saya lah yang membuat ia marah dan tersinggung. Malu rasanya ketika harus bertemu dan menampakan wajah bodoh saya didepannya, sudah tidak punya rasa berani untuk menatap matanya dan berkata "maaf". Ingin hanya tundukkan kepala, menutup raut wajah yang sudah tidak karuan lagi. 

Sekali lagi maaf, dan untuk kamu kebodohan, redamlah. 

Comments

Popular posts from this blog

Di Depan

Ada apa sih di depan? Ya, ada masa depan saya. Memang belum terlihat, dan memang tidak akan mungkin saya bisa melihat masa depan. Namun yang saya yakini pasti adalah, apa yang saya kerjakan saat ini dan saya alami saat ini sudah menunjukan kira-kira masa depan saya seperti apa. Dalam umur saya yang masih menginjak di angka 21, belum banyak prestasi yang saya dapatkan. Saya sempat merasa minder karena saya belum bisa meraih prestasi-prestasi yang mungkin orang lain sudah dapatkan. Kebodohan saya waktu itu adalah saya selalu membandingkan diri saya terhadap orang lain, dimana orang lain tersebut adalah orang yang pernah menjadi bagian dari diri pasangan saya. Saya merasa dirinya lebih hebat dan lain sebagainya karena telah banyak mendapatkan penghargaan, serta terlihat berwawasan luas. Ia telah menyelesaikan S2 nya dan memiliki pikiran dewasa, sempat saya berpikir pasangan saya lebih cocok dengannya, karena faktor umur mereka yang tidak terlalu jauh, serta kecocokan dari cara berpikirn...

Bucin

Apa sih Bucin? Kata ini kerap terdengar dikalangan masyarakat sekarang, dan terkadang saya juga dijuluki "Bucin" ini. Kepanjangan dari kata ini tidak lain adalah Budak Cinta. Lalu, mengapa banyak orang mengatakan hal ini kepada pasangan-pasangan yang sedang jatuh cinta sedemikian rupa? Hmm. Kata orang Bucin itu adalah orang yang apa-apa selalu memberi prioritas utama pada pasangannya. Pertanyaannya, ada yang salah dengan menjadikan tambatan hatinya sebagai prioritas? Bagi saya tidak. Tingkah laku seperti apa yang bisa membuat seseorang dikatakan "Bucin" ? Dari pengalaman saya, saya akan coba tuliskan disini. 1. Mengabari pasangan saya kapanpun dan dimanapun.     Aneh menurut saya hal ini dikatakan sebagai "Bucin" things. Padahal tujuan dari mengabari pasangan adalah agar pasangan kita tidak merasa khawatir dan dapat memantau keberadaan kita, sehingga jika terjadi sesuatu hal yang darurat pasangan kita akan tahu keberadaan kita  dan bisa segera men...

Telinga Yang Tak Pernah Lelah Mendengar

Ketika lidahku tidak bisa ku redam, keluhku, resahku, khawatirku, ada telinga yang siap mendengar setiap saat. Aku tahu, ada kalanya telinga itu lelah mendengar, lelah menangkap kata-kata ku, lelah berpaku pada keluhku. Terkadang aku hanya mau ditenangkan dan dipeluk, tapi aku sadar sabar mu ada batasnya, nasihatmu ada titiknya yang mengharuskan ku menata hatiku sendiri bagaimana aku bisa mengolah perasaanku. Selain telinga mu, aku juga punya tempat mengadu dan berkeluh yang lebih besar kuasanya. Aku punya Tuhan. Walaupun terkadang, aku sebagai manusia yang seperti tidak tahu diri, hanya mengeluh, berkeluh dan berpeluh, tapi dibalik itu, aku selalu berusaha menyematkan syukurku, terimakasihku, dan sukacita ku.  Memang, hanya keluhku yang aku lihatkan, namun sebenarnya dalam hatiku yang terdalam aku selalu berusaha mengucap syukur dan bahagiaku. Tolong, jangan pernah lelah mendengarku, walau aku tahu semua itu ada batasnya.