Semakin hari, saya merasa saya selalu melakukan hal bodoh yang menyakiti hati orang lain. Terlebih orang lain ini adalah pasangan saya.
Singkat cerita, pikiran-pikiran bodoh yang berlalu lalang dijalan otak saya membuat ia marah dan tersinggung. Apa mungkin umur saya yang masih menganggap segala sesuatunya sebercanda itu? Saya jadi harus berpikir 2 kali sebelum membuat candaan-candaan yang sekiranya berkonten sensitif. 2 hari berturut-turut saya melakukan kebodohan, menjadikan kata "maaf" segampang itu. Saya berpikir, kebodohan saya ini masih dalam batas wajar, ternyata tidak. Saya membuat ia marah besar, dan ya, setiap kali ia marah, saya semakin menganggap diri saya hanya bisa melakukan hal bodoh. Terlepas dari yang katanya saya ini baik dan unik, terkadang keunikan saya lah yang menjadi sumber utama permasalahan. Saya jadi ingin mengubur dalam-dalam keunikan saya ini. Saya terlalu menggangap semuanya bisa menjadi bahan bercandaan. Saya bodoh. Saya terlalu kekanak-kanakan. Salah saya. Salah pikiran saya yang menggangap bahwa semua orang bisa berpikiran sama dengan saya. Lalu saya harus bagaimana? Sudah terlanjur kepalang ia marah dengan saya.
Oh ya, untuk kalimat "menjadikan kata maaf segampang itu", bukan berarti saya dengan sengaja dan menggampangkan suatu masalah dan mengakhirinya dengan maaf begitu saja. Maksud saya adalah, ketika masalah yang saya buat, saya hanya bisa meggunakan kata maaf dan maaf. Saya termasuk orang yang sulit untuk membahasakan ingin dan maksud secara lisan, lebih suka menulis. Jadi terkadang ketika masalah itu terjadi, saya hanya bisa diam dan mengucapkan maaf. Jarang sekali saya bisa menjelaskan isi hati saya. Rasanya ingin lenyap. Hati sebaik pasangan saya, segampang itu saya buat terluka hanya karena kebodohan fatal yang saya perbuat. Saya tidak selingkuh, hanya orang tidak ada otak yang mau menyimpang rasa dari orang sebaik dia. Lagi, karena bercandaan saya lah yang membuat ia marah dan tersinggung. Malu rasanya ketika harus bertemu dan menampakan wajah bodoh saya didepannya, sudah tidak punya rasa berani untuk menatap matanya dan berkata "maaf". Ingin hanya tundukkan kepala, menutup raut wajah yang sudah tidak karuan lagi.
Sekali lagi maaf, dan untuk kamu kebodohan, redamlah.
Singkat cerita, pikiran-pikiran bodoh yang berlalu lalang dijalan otak saya membuat ia marah dan tersinggung. Apa mungkin umur saya yang masih menganggap segala sesuatunya sebercanda itu? Saya jadi harus berpikir 2 kali sebelum membuat candaan-candaan yang sekiranya berkonten sensitif. 2 hari berturut-turut saya melakukan kebodohan, menjadikan kata "maaf" segampang itu. Saya berpikir, kebodohan saya ini masih dalam batas wajar, ternyata tidak. Saya membuat ia marah besar, dan ya, setiap kali ia marah, saya semakin menganggap diri saya hanya bisa melakukan hal bodoh. Terlepas dari yang katanya saya ini baik dan unik, terkadang keunikan saya lah yang menjadi sumber utama permasalahan. Saya jadi ingin mengubur dalam-dalam keunikan saya ini. Saya terlalu menggangap semuanya bisa menjadi bahan bercandaan. Saya bodoh. Saya terlalu kekanak-kanakan. Salah saya. Salah pikiran saya yang menggangap bahwa semua orang bisa berpikiran sama dengan saya. Lalu saya harus bagaimana? Sudah terlanjur kepalang ia marah dengan saya.
Oh ya, untuk kalimat "menjadikan kata maaf segampang itu", bukan berarti saya dengan sengaja dan menggampangkan suatu masalah dan mengakhirinya dengan maaf begitu saja. Maksud saya adalah, ketika masalah yang saya buat, saya hanya bisa meggunakan kata maaf dan maaf. Saya termasuk orang yang sulit untuk membahasakan ingin dan maksud secara lisan, lebih suka menulis. Jadi terkadang ketika masalah itu terjadi, saya hanya bisa diam dan mengucapkan maaf. Jarang sekali saya bisa menjelaskan isi hati saya. Rasanya ingin lenyap. Hati sebaik pasangan saya, segampang itu saya buat terluka hanya karena kebodohan fatal yang saya perbuat. Saya tidak selingkuh, hanya orang tidak ada otak yang mau menyimpang rasa dari orang sebaik dia. Lagi, karena bercandaan saya lah yang membuat ia marah dan tersinggung. Malu rasanya ketika harus bertemu dan menampakan wajah bodoh saya didepannya, sudah tidak punya rasa berani untuk menatap matanya dan berkata "maaf". Ingin hanya tundukkan kepala, menutup raut wajah yang sudah tidak karuan lagi.
Sekali lagi maaf, dan untuk kamu kebodohan, redamlah.
Comments
Post a Comment