Skip to main content

Cerita Dia

Saya paham kemampuan bercerita seseorang akan berbeda satu sama lain. Menurut saya, tulisan saya sudah cukup menceritakan kebahagiaan saya, kesedihan bahkan amarah saya. Saya tidak cakap dalam menggunakan frasa-frasa yang katanya zaman sekarang disebut "aesthetic" atau mungkin "artistic" ? Saya kurang paham. 

Pernah suatu kali saya membaca sebuah karya seseorang yang saya tidak kenal secara personal, namun saya tau cerita dia. Indah. Bagus. Frasa yang digunakan juga sempurna, saya suka membacanya. Karya nya begitu kreatif, diselingi berbagai foto yang juga aesthetic, bahkan untuk foto pemandangan pun saya tidak bisa. Saya selalu dimaki teman-teman saya ketika saya diberikan kepercayaan untuk mengambil gambar mereka, hasilnya? Ya ada wajah-wajah mereka, namun tidak sesuai angle nya. Haha. Kembali lagi dengan cerita dia. Saya selalu suka ketika saya harus membaca tulisan-tulisan yang dibarengi dengan gambar-gambar yang bagus, menurut saya cerita dia berhasil dan menarik. Dia pintar menulis, batin saya. Dan kreatif, tambah saya.

Namun, ada satu hal yang membuat cerita itu menjadi tidak menarik buat saya. Bahkan membuat saya merasa diposisi tidak aman. Bukan karena saya merasa tersaingi, karena bagi saya menulis dan bercerita adalah hak setiap orang. Mungkin kata yang lebih tepat selain dari kata aman adalah saya tidak nyaman. Mengetahui cerita dia berhubungan erat dengan pertemuan pertamanya dengan laki-laki saya. Sebenarnya itu bukan masalah besar, karena saya pun juga dulu sering menceritakan mantan kekasih saya di blog. Tapi anehnya, hati saya seakan terkoyak mengetahui dia pun juga pernah berbahagia dan berbagi cerita dengan laki-laki pujaan hati saya. Saya baca berulang kali, hingga saya bisa memaknai betapa dia sangat jatuh cinta. Jatuh cinta dengan kekasih saya. Cerita dia menunjukkan betapa dia sangat bahagia ketika berhadapan dan bercengkerama dengan kekasih hati saya. Bukan saya mempermasalahkan. Bukan. Memang salah saya mencari tahu yang tidak seharusnya dikulik. Namanya juga perempuan, haha. 

Bagaimanapun juga, kekasih saya pernah menjadi bagian dari diri orang lain. Pernah berbagi kasih dan hati satu sama lain, dan wajar bila dia menceritakan kebahagiaan yang dia rasakan. Terlebih daripada rasa tidak nyaman ini, saya menyukai cerita dia. 

Comments

Popular posts from this blog

Di Depan

Ada apa sih di depan? Ya, ada masa depan saya. Memang belum terlihat, dan memang tidak akan mungkin saya bisa melihat masa depan. Namun yang saya yakini pasti adalah, apa yang saya kerjakan saat ini dan saya alami saat ini sudah menunjukan kira-kira masa depan saya seperti apa. Dalam umur saya yang masih menginjak di angka 21, belum banyak prestasi yang saya dapatkan. Saya sempat merasa minder karena saya belum bisa meraih prestasi-prestasi yang mungkin orang lain sudah dapatkan. Kebodohan saya waktu itu adalah saya selalu membandingkan diri saya terhadap orang lain, dimana orang lain tersebut adalah orang yang pernah menjadi bagian dari diri pasangan saya. Saya merasa dirinya lebih hebat dan lain sebagainya karena telah banyak mendapatkan penghargaan, serta terlihat berwawasan luas. Ia telah menyelesaikan S2 nya dan memiliki pikiran dewasa, sempat saya berpikir pasangan saya lebih cocok dengannya, karena faktor umur mereka yang tidak terlalu jauh, serta kecocokan dari cara berpikirn...

Bucin

Apa sih Bucin? Kata ini kerap terdengar dikalangan masyarakat sekarang, dan terkadang saya juga dijuluki "Bucin" ini. Kepanjangan dari kata ini tidak lain adalah Budak Cinta. Lalu, mengapa banyak orang mengatakan hal ini kepada pasangan-pasangan yang sedang jatuh cinta sedemikian rupa? Hmm. Kata orang Bucin itu adalah orang yang apa-apa selalu memberi prioritas utama pada pasangannya. Pertanyaannya, ada yang salah dengan menjadikan tambatan hatinya sebagai prioritas? Bagi saya tidak. Tingkah laku seperti apa yang bisa membuat seseorang dikatakan "Bucin" ? Dari pengalaman saya, saya akan coba tuliskan disini. 1. Mengabari pasangan saya kapanpun dan dimanapun.     Aneh menurut saya hal ini dikatakan sebagai "Bucin" things. Padahal tujuan dari mengabari pasangan adalah agar pasangan kita tidak merasa khawatir dan dapat memantau keberadaan kita, sehingga jika terjadi sesuatu hal yang darurat pasangan kita akan tahu keberadaan kita  dan bisa segera men...

Telinga Yang Tak Pernah Lelah Mendengar

Ketika lidahku tidak bisa ku redam, keluhku, resahku, khawatirku, ada telinga yang siap mendengar setiap saat. Aku tahu, ada kalanya telinga itu lelah mendengar, lelah menangkap kata-kata ku, lelah berpaku pada keluhku. Terkadang aku hanya mau ditenangkan dan dipeluk, tapi aku sadar sabar mu ada batasnya, nasihatmu ada titiknya yang mengharuskan ku menata hatiku sendiri bagaimana aku bisa mengolah perasaanku. Selain telinga mu, aku juga punya tempat mengadu dan berkeluh yang lebih besar kuasanya. Aku punya Tuhan. Walaupun terkadang, aku sebagai manusia yang seperti tidak tahu diri, hanya mengeluh, berkeluh dan berpeluh, tapi dibalik itu, aku selalu berusaha menyematkan syukurku, terimakasihku, dan sukacita ku.  Memang, hanya keluhku yang aku lihatkan, namun sebenarnya dalam hatiku yang terdalam aku selalu berusaha mengucap syukur dan bahagiaku. Tolong, jangan pernah lelah mendengarku, walau aku tahu semua itu ada batasnya.