Skip to main content

Posts

Showing posts from August, 2019

Antara Jarak, Saya dan Kamu

Entah apa yang segalanya membuat jadi rumit. Ketika saya ingin merengkuhmu, raga itu tidak ada. Saat saya ingin membelai rambutmu, tangan saya hanya menggapai kekosongan. Bahkan, ketika saya ingin menciummu penuh cinta, itu hanya menjadi mimpi indah saat mata terpejam.  Mengapa? Apa yang membuatnya jadi sebegitu rumit hingga saya tak bisa menggapaimu seolah-olah dirimu hanya fantasi belaka? Jujur, saya tidak ingin rasa rindu yang menggebu ini haya menjadi percakapan hangat diantara kita melalui telepon genggam.  Rupanya kamu, Jarak. Yang menjadi alasan mengapa saya tak bisa menyentuh halus dirinya.  Yang menjadi alasan mengapa saya tak lagi bisa bermanja di pangkuannya.  Jarak yang membuat kita menjauh.  Jarak yang menjadi alasan mengapa dirimu hanya menjadi sebatas fantasi ketika kamu tidak ada disamping raga ini.  Jarak yang membuat pikiran melayang entah kemana, ingin berkata rindu namun berat.  Semua kata yang...

Waktu (2)

Berbicara tentang waktu, ah... Waktu itu punya keajaibannya sendiri. Saya sering menganggap remeh waktu, karena rutinitas yang setiap harinya terjadi secara monoton, saya berpikir bahwa waktu yang saya lalui hanya itu-itu saja. Membayangkan waktu yang saya jalani terkadang terasa kosong, tidak ada suatu hal yang membuat menjadi istimewa. Tapi, siapa disangka dengan waktu akhirnya saya menemukan tambatan hati, yang kini dalam waktu dekat akan menjadi pasangan hidup selamanya.  Waktu itu, sebelum semua nya terjadi, saya menggumam dalam hati,  "Mana mungkin cowok kayak gitu mau sama gue?" dengan tatapan mata yang menjurus lurus tepat ke arah perempuannya saat itu. Saya hanya bisa terkekeh sinis lalu memalingkan muka.  Lalu, waktu mulai menunjukkan keajaibannya. Hari demi hari, muncul kejadian-kejadian yang tidak pernah saya pikirkan. Saya diperkenankan untuk mengenalnya, dan akhirnya menjadi dekat. Waktu menjawab semua keraguan saya dengan cuma-cuma, segampang memb...

Malam Menjadi Musuh

Beberapa hari ke belakang, malam bukanlah lagi teman. Saya merasa tidak suka dengan larutnya, warna nya, dan detik-detik malam yang seakan menjadi lebih cepat dari biasanya. Ketidaksukaan saya pada malam dimulai dengan tuntutan saya dalam mencari uang. Saya harus bekerja hingga suasana menjadi gelap tanpa matahari menyinari, hingga hanya ada abu-abu dan hitam diatas sana.  Jujur,saya hanya ingin pulang ketika sinar itu masih ada. Alasan saya hanya 1. Dia. Dia yang selalu menunggu sendiri hingga kedatangan saya dipeluknya. Saya merasa waktu saya menjadi sedikit untuknya, cerita saya hanya terbatas pada menit yang mengejar.  Ketika semua itu direnggut oleh suramnya malam, saat itu juga malam menjadi musuh. 

Jemari Di Malam Hari

Perkenalkan namaku Jemima, bisa dipanggil Mima. Aku mempunyai seorang kekasih yang sangat ku cintai bernama Benji, kami sudah bersama sekitar 1 tahun. Perkenalan kami yang singkat akhirnya berujung dengan kesepakatan untuk menikah, maka dari itu kedua orang tua kami sudah membebaskan kami untuk tidur bersama entah dirumahku atau dirumah nya. Kebetulan malam ini aku menginap dirumah Benji, aku mengobrol sebentar dengan ibunya dan memutuskan untuk tidur di lantai 2. Waktu menunjukan pukul 23.00, pantas saja aku mengantuk. Aku tertidur menghadap arah tembok membelakangi Benji. Tiba-tiba aku merasakan jariku mencakar-cakar ke tebok dan aku menangis. Benji terbangun ketakutan, ia memanggil namaku berulang kali namun aku tidak menyauti nya. Rongga dadaku seperti tertahan ke tempat tidur oleh jemari berkuku panjang milik seorang perempuan tua. Mataku memandang dengan jelas, seperti saat menggunakan kacamata. Nafasku tidak teratur seakan mencari udara, namun tidak berhasil. Benji menggoncangka...

Dimulai dari Kopi

Sore itu, saya memberanikan diri dan mengalahkan ego sebagai perempuan. Ya, mengajakmu yang baru beberapa hari saya kenal untuk bertemu dan berbincang di sebuah kedai kopi. Saya tidak banyak berharap saat itu kamu mau menerima ajakan saya. Entah angin apa menyelimuti pikiranmu, sehingga kamu bersedia meluangkan detikmu untuk menemui sosok asing ini. Saya datang lebih dulu, menunggu mu dengan secangkir kopi andalan kedai itu. Mempersiapkan diri dengan bahan obrolan dan hati yang tidak karuan. Teguk demi teguk kopi itu saya nikmati, mengalir meluruhkan rasa khawatir dalam diri, dan ketika itu kamu datang. Dengan senyum asing yang baru saya lihat, kamu lemparkan dengan tulus. Duduk tepat disamping saya, menunggu kopi mu datang dan bermain ponsel entah untuk mengabari  siapa. Saat itu, saya belum menjadi siapa-siapa. Memulai pembicaraan dengan perkenalan diri mendalam, hingga bercerita tentang hobi mu dan saya, ada kemiripan namun juga ada perbedaan. Membalas kata hingga lupa...