Skip to main content

Jemari Di Malam Hari

Perkenalkan namaku Jemima, bisa dipanggil Mima. Aku mempunyai seorang kekasih yang sangat ku cintai bernama Benji, kami sudah bersama sekitar 1 tahun. Perkenalan kami yang singkat akhirnya berujung dengan kesepakatan untuk menikah, maka dari itu kedua orang tua kami sudah membebaskan kami untuk tidur bersama entah dirumahku atau dirumah nya.

Kebetulan malam ini aku menginap dirumah Benji, aku mengobrol sebentar dengan ibunya dan memutuskan untuk tidur di lantai 2.

Waktu menunjukan pukul 23.00, pantas saja aku mengantuk. Aku tertidur menghadap arah tembok membelakangi Benji. Tiba-tiba aku merasakan jariku mencakar-cakar ke tebok dan aku menangis. Benji terbangun ketakutan, ia memanggil namaku berulang kali namun aku tidak menyauti nya. Rongga dadaku seperti tertahan ke tempat tidur oleh jemari berkuku panjang milik seorang perempuan tua. Mataku memandang dengan jelas, seperti saat menggunakan kacamata. Nafasku tidak teratur seakan mencari udara, namun tidak berhasil. Benji menggoncangkan tubuhku berusaha menyatukan sebagian diriku.

Benji berhasil merubah posisi ku yang awal nya terbaring kemudian menjadi terduduk. Tatapanku kosong. Jemari tua itu menghantui alam bawah sadarku. Kekasihku mulai bertanya siapa diriku dan segala jenis pertanyaan untuk menguji apakah yang berada dalam tubuhku adalah benar aku. Mima. Aku tak bergeming, mengabaikan pertanyaan yang bertubi-tubi darinya. Kemudian aku direbahkan kembali.

Ia menatapku dalam. Terlihat kecemasan memuncak dari matanya yang indah. Aku berusaha menjawab dan merespon segala tindakannya. Nihil. Jemari itu seakan-akan menghipnotis kesadaranku.

"Mima, berdoa, ayo berdoa, sadar Mima," ucap Benji lirih.

Ingin rasanya lidah ini mengucapkan doa yang diminta, namun yang keluar dari mulutku hanyalah tawa sinis seakan merendahkan makna doa. Benji terkejut, refleks ia menamparku kecil karena takutnya.

Ia membimbingku untuk mulai berdoa, ia mengucapkan doa menurut kepercayaan kami. Perlahan-lahan mulutku terbuka dan mengikuti Benji, aku menangis. Jemari itu seakan tak mau lepas dari rongga dadaku. Menusuk sakit.

Ketika doa kami selesai, satu persatu jemari tua itu lepas dari tubuhku, aku pun melemparkan tubuhku pada Benji ketakutan, berusaha mencari kenyamanan. Aku melihat samar-samar jemari itu memudar, dengan tatapan nanar, akhirnya aku tersadar.

Comments

Popular posts from this blog

Di Depan

Ada apa sih di depan? Ya, ada masa depan saya. Memang belum terlihat, dan memang tidak akan mungkin saya bisa melihat masa depan. Namun yang saya yakini pasti adalah, apa yang saya kerjakan saat ini dan saya alami saat ini sudah menunjukan kira-kira masa depan saya seperti apa. Dalam umur saya yang masih menginjak di angka 21, belum banyak prestasi yang saya dapatkan. Saya sempat merasa minder karena saya belum bisa meraih prestasi-prestasi yang mungkin orang lain sudah dapatkan. Kebodohan saya waktu itu adalah saya selalu membandingkan diri saya terhadap orang lain, dimana orang lain tersebut adalah orang yang pernah menjadi bagian dari diri pasangan saya. Saya merasa dirinya lebih hebat dan lain sebagainya karena telah banyak mendapatkan penghargaan, serta terlihat berwawasan luas. Ia telah menyelesaikan S2 nya dan memiliki pikiran dewasa, sempat saya berpikir pasangan saya lebih cocok dengannya, karena faktor umur mereka yang tidak terlalu jauh, serta kecocokan dari cara berpikirn...

Bucin

Apa sih Bucin? Kata ini kerap terdengar dikalangan masyarakat sekarang, dan terkadang saya juga dijuluki "Bucin" ini. Kepanjangan dari kata ini tidak lain adalah Budak Cinta. Lalu, mengapa banyak orang mengatakan hal ini kepada pasangan-pasangan yang sedang jatuh cinta sedemikian rupa? Hmm. Kata orang Bucin itu adalah orang yang apa-apa selalu memberi prioritas utama pada pasangannya. Pertanyaannya, ada yang salah dengan menjadikan tambatan hatinya sebagai prioritas? Bagi saya tidak. Tingkah laku seperti apa yang bisa membuat seseorang dikatakan "Bucin" ? Dari pengalaman saya, saya akan coba tuliskan disini. 1. Mengabari pasangan saya kapanpun dan dimanapun.     Aneh menurut saya hal ini dikatakan sebagai "Bucin" things. Padahal tujuan dari mengabari pasangan adalah agar pasangan kita tidak merasa khawatir dan dapat memantau keberadaan kita, sehingga jika terjadi sesuatu hal yang darurat pasangan kita akan tahu keberadaan kita  dan bisa segera men...

Telinga Yang Tak Pernah Lelah Mendengar

Ketika lidahku tidak bisa ku redam, keluhku, resahku, khawatirku, ada telinga yang siap mendengar setiap saat. Aku tahu, ada kalanya telinga itu lelah mendengar, lelah menangkap kata-kata ku, lelah berpaku pada keluhku. Terkadang aku hanya mau ditenangkan dan dipeluk, tapi aku sadar sabar mu ada batasnya, nasihatmu ada titiknya yang mengharuskan ku menata hatiku sendiri bagaimana aku bisa mengolah perasaanku. Selain telinga mu, aku juga punya tempat mengadu dan berkeluh yang lebih besar kuasanya. Aku punya Tuhan. Walaupun terkadang, aku sebagai manusia yang seperti tidak tahu diri, hanya mengeluh, berkeluh dan berpeluh, tapi dibalik itu, aku selalu berusaha menyematkan syukurku, terimakasihku, dan sukacita ku.  Memang, hanya keluhku yang aku lihatkan, namun sebenarnya dalam hatiku yang terdalam aku selalu berusaha mengucap syukur dan bahagiaku. Tolong, jangan pernah lelah mendengarku, walau aku tahu semua itu ada batasnya.