Skip to main content

Nafas Baru

Hai, sudah lama tidak bercerita disini. Banyak momen yang terlewat, tapi masih lekat diingatan. Salah satu momen hidup saya yang akan diceritakan adalah hadirnya nafas baru di dunia ini.

Tepatnya tanggal 25 Agustus 2020 malam,  firasat saya sebagai calon ibu yang sudah mengandung di bulan ke 9 berkata bahwa mungkin sebentar lagi akan menjalani proses lahiran. Bingung. Awalnya, saya penasaran bagaimana rasanya kontraksi. Banyak yang berkata bahwa kontraksi hampir sama rasanya dengan menstruasi, sakit. Namun pada diri saya, selama saya menstruasi tidak pernah merasakan sakit sedikitpun, ya bahkan saya tetap berolahraga atau fitness pada saat masih lajang kala itu. Akhirnya, saya memberanikan diri bertanya pada dokter kandungan saya kira-kira apalagi tanda selain rasa sakit diperut yang menandakan bahwa hari kelahiran sudah mendekati waktunya.


Deg. Saya langsung terpana dengan jawaban dokter kandungan saat itu. Ia berkata bahwa sesekali perut akan mengeras dan dalam jangka waktu yang sering bisa mengindikasikan bahwa proses melahirkan sudah dekat. Tidak lama setelah itu, saya langsung menghitung jarak perut saya mengencang menggunakan aplikasi, sudah lumayan sering namun kami, saya dan suami, masih berpikir mungkin 2 - 3 hari masih bisa menunggu hingga tanggal pengecekan kandungan.


Malam pun tiba, saya memutuskan untuk tidur cepat karena rasa lelah dan kantuk yang luar biasa. Sekitar pukul 01.00 dini hari di tanggal 26 Agustus 2020, saya merasakan ada air yang mengalir dan membasahi kasur. Saya tidak langsung membuka mata, masih meraba apakah saya bermimpi. Ternyata, air ketuban saya sudah pecah dan langsung membangunkan suami saya yang masih tertidur. Setelah bersiap kami langsung berangkat ke Rumah Sakit, tentunya jauh hari sebelum ini kami sudah mempersiapkan koper yang berisi keperluan ibu, bayi, dan suami dan sudah ada di dalam mobil. Di perjalanan yang cukup jauh, kami dari daerah Kemang Jakarta Selatan, menuju Bintaro Tangerang Selatan, saya hanya bisa bersikap tenang agar suami saya tidak semakin panik akibat air ketuban yang sudah merembes. Hanyah butuh waktu sekitar 30 menit kami sudah sampai. Saya langsung dibantu masuk ke UGD, tidak pakai proses panjang saya diperiksa oleh suster yang bertugas. Ternyata saya sudah pembukaan 1. Sambil beristirahat di UGD, suami saya mengurus administrasi dan juga rapid test, saya hanya bisa rebahan takut-takut kalau air ketubannya semakin deras. Tak lama dari situ, saya pun mendapat kamar berganti pakaian dan kembali berbaring. 


Saya ingat sekali, pukul 04.00 dini hari, saya dan suami masih menyempatkan diri untuk makan makanan cepat saji yang kami pesan lewat aplikasi online, ternyata itu adalah makanan terakhir yang bisa saya makan sebelum diberikan induksi (mempercepat pembukaan karena air ketuban yang sudah pecah terlebih dahulu). Beberapa jam setelah saya mendapatkan induksi, mungkin sekitar 1 jam, barulah terasa perut saya melilit. Rasa sakit yang baru pertama kali saya rasakan, pada awalnya masih bisa saya toleransi. Masih bisa mengobrol sedikit dengan suami dan sempat tertiduru walau hanya sebentar. Setelah dari 1 jam itu, kontraksi yang luar biasa sakit akhirnya saya rasakan. Saya sudah tidak mau makan atau pun minum karena untuk mengunyah saja rasanya perut itu bergejolak, suami saya yang berniat hati untuk menghibur saya pun akhirnya saya marahi :" .  Pengecekan pembukaan kembali dilakukan, dengan kondisi perut yang sedang kontraksi, hmm rasanya cukup membuat saya harus tarik nafas, dan ternyata sudah pembukaan 3. Waktu terus berjalan, kontraksi semakin teratur dan kencang. Oh, saya lupa menyebutkan bahwa saya diharuskan buang air kecil menggunakan pispot untuk menghindari air ketubannya semakin keluar deras, tapi rasanya susah sekali, dan saya membujuk suster untuk tetap ke toilet :p.


Tibalah di pukul 10.00 pagi, saya sudah pembukaan 7 menuju 8. Saya langsung dipindah ke ruang bersalin disusul suami saya yang membantu membawakan tas saya (karena kondisi Covid, jadi tidak ada yang membantu menunggu kamar rawat inap saya). Di ruang bersalin, kontraksi saya semakin dahsyat, saya diminta untuk menghirup air diffuser dengan aroma therapy yang bertujuan untuk membantu lebih relaks, tapi sepertinya tidak ada pengaruh apa-apa :D. Sebelumnya, saya tidak pernah rese atau rewel kepada suster atau siapapun pada saat saya sedang dirawat, namun kali ini rasanya saya sudah ingin mengejan dan berkali-kali bertanya "udah bisa ngeden belom sus?" tapi ternyata masih dipembukaan 8. Selang beberapa waktu kemudian, akhirnyaaa, datang juga waktunya saya mengejan. Tarik nafas, mengejan, buang begitu yang saya lakukan terus menerus. Sakit? Hmm, menurut saya tidak sama sekali. Dan, dalam waktu 20 menit mengejan, lahirlah nafas baru ke dunia, anak pertama yang begitu ditunggu kehadirannya. Dokter dan suster pun mengatakan ini merupakan waktu yang singkat bagi anak pertama. 


Terimakasih nak, kamu sudah mau bekerja sama di proses persalinan <3

Comments

Popular posts from this blog

Di Depan

Ada apa sih di depan? Ya, ada masa depan saya. Memang belum terlihat, dan memang tidak akan mungkin saya bisa melihat masa depan. Namun yang saya yakini pasti adalah, apa yang saya kerjakan saat ini dan saya alami saat ini sudah menunjukan kira-kira masa depan saya seperti apa. Dalam umur saya yang masih menginjak di angka 21, belum banyak prestasi yang saya dapatkan. Saya sempat merasa minder karena saya belum bisa meraih prestasi-prestasi yang mungkin orang lain sudah dapatkan. Kebodohan saya waktu itu adalah saya selalu membandingkan diri saya terhadap orang lain, dimana orang lain tersebut adalah orang yang pernah menjadi bagian dari diri pasangan saya. Saya merasa dirinya lebih hebat dan lain sebagainya karena telah banyak mendapatkan penghargaan, serta terlihat berwawasan luas. Ia telah menyelesaikan S2 nya dan memiliki pikiran dewasa, sempat saya berpikir pasangan saya lebih cocok dengannya, karena faktor umur mereka yang tidak terlalu jauh, serta kecocokan dari cara berpikirn...

Bucin

Apa sih Bucin? Kata ini kerap terdengar dikalangan masyarakat sekarang, dan terkadang saya juga dijuluki "Bucin" ini. Kepanjangan dari kata ini tidak lain adalah Budak Cinta. Lalu, mengapa banyak orang mengatakan hal ini kepada pasangan-pasangan yang sedang jatuh cinta sedemikian rupa? Hmm. Kata orang Bucin itu adalah orang yang apa-apa selalu memberi prioritas utama pada pasangannya. Pertanyaannya, ada yang salah dengan menjadikan tambatan hatinya sebagai prioritas? Bagi saya tidak. Tingkah laku seperti apa yang bisa membuat seseorang dikatakan "Bucin" ? Dari pengalaman saya, saya akan coba tuliskan disini. 1. Mengabari pasangan saya kapanpun dan dimanapun.     Aneh menurut saya hal ini dikatakan sebagai "Bucin" things. Padahal tujuan dari mengabari pasangan adalah agar pasangan kita tidak merasa khawatir dan dapat memantau keberadaan kita, sehingga jika terjadi sesuatu hal yang darurat pasangan kita akan tahu keberadaan kita  dan bisa segera men...

Telinga Yang Tak Pernah Lelah Mendengar

Ketika lidahku tidak bisa ku redam, keluhku, resahku, khawatirku, ada telinga yang siap mendengar setiap saat. Aku tahu, ada kalanya telinga itu lelah mendengar, lelah menangkap kata-kata ku, lelah berpaku pada keluhku. Terkadang aku hanya mau ditenangkan dan dipeluk, tapi aku sadar sabar mu ada batasnya, nasihatmu ada titiknya yang mengharuskan ku menata hatiku sendiri bagaimana aku bisa mengolah perasaanku. Selain telinga mu, aku juga punya tempat mengadu dan berkeluh yang lebih besar kuasanya. Aku punya Tuhan. Walaupun terkadang, aku sebagai manusia yang seperti tidak tahu diri, hanya mengeluh, berkeluh dan berpeluh, tapi dibalik itu, aku selalu berusaha menyematkan syukurku, terimakasihku, dan sukacita ku.  Memang, hanya keluhku yang aku lihatkan, namun sebenarnya dalam hatiku yang terdalam aku selalu berusaha mengucap syukur dan bahagiaku. Tolong, jangan pernah lelah mendengarku, walau aku tahu semua itu ada batasnya.