Skip to main content

Menua Bersama

Pernahkah kalian merasa bahwa pasangan kalian saat ini adalah pasangan yang benar-benar kalian anggap sebagai sosok yang tepat untuk diajak menua bersama?

Saya ingin menceritakan pengalaman saya yang tidak seberapa mengenai perasaan ingin "menua bersama". Ketika saya mengalami cinta monyet atau bisa dibilang seperti cinta yang tidak serius, saya hanya merasakan bahwa hubungan pada saat itu sepertinya seru jika sampai tahap pernikahan. Dan sudah. Hanya berandai-anda. Mengapa tidak saya utarakan pada pasangan saya pada saat itu? Bagi saya, perasaan saya mengatakan bahwa bukan dia yang bisa saya ajak menua bersama. Mungkin bahagia sesaat, bahagia karena cinta remaja itu sendiri atau pura-pura bahagia? Hmm, sudah bukan saatnya lagi saya membahas ini.

Namun, ketika saya semakin dewasa, tidak ingin lagi ada cinta yang main-main, saya merasa seharusnya sudah memulai suatu hubungan yang serius. Dan akhirnya saya mendapatkan laki-laki ini.

Awal mulanya saya merasa bahwa hubungan ini akan dapat mencapai jenjang yang lebih serius, tidak lebih. Tapi tahukah bahwa perasaan "ingin menua bersama" ini sekarang selalu muncul di hati dan pikiran saya. Laki-laki ini sangat tepat untuk diajak berjuang bersama.

Melangkah seirama, terjatuh dengan senyum membingkai sempurna, terbangun dengan rasa syukur setiap harinya, membahagiakan pribadi dirinya dan saya. 

Pada akhirnya, semua langkah yang ini saya lalui bersama dirinya, akan berhenti pada satu tujuan, menua bersama.

Comments

Popular posts from this blog

Di Depan

Ada apa sih di depan? Ya, ada masa depan saya. Memang belum terlihat, dan memang tidak akan mungkin saya bisa melihat masa depan. Namun yang saya yakini pasti adalah, apa yang saya kerjakan saat ini dan saya alami saat ini sudah menunjukan kira-kira masa depan saya seperti apa. Dalam umur saya yang masih menginjak di angka 21, belum banyak prestasi yang saya dapatkan. Saya sempat merasa minder karena saya belum bisa meraih prestasi-prestasi yang mungkin orang lain sudah dapatkan. Kebodohan saya waktu itu adalah saya selalu membandingkan diri saya terhadap orang lain, dimana orang lain tersebut adalah orang yang pernah menjadi bagian dari diri pasangan saya. Saya merasa dirinya lebih hebat dan lain sebagainya karena telah banyak mendapatkan penghargaan, serta terlihat berwawasan luas. Ia telah menyelesaikan S2 nya dan memiliki pikiran dewasa, sempat saya berpikir pasangan saya lebih cocok dengannya, karena faktor umur mereka yang tidak terlalu jauh, serta kecocokan dari cara berpikirn...

Bucin

Apa sih Bucin? Kata ini kerap terdengar dikalangan masyarakat sekarang, dan terkadang saya juga dijuluki "Bucin" ini. Kepanjangan dari kata ini tidak lain adalah Budak Cinta. Lalu, mengapa banyak orang mengatakan hal ini kepada pasangan-pasangan yang sedang jatuh cinta sedemikian rupa? Hmm. Kata orang Bucin itu adalah orang yang apa-apa selalu memberi prioritas utama pada pasangannya. Pertanyaannya, ada yang salah dengan menjadikan tambatan hatinya sebagai prioritas? Bagi saya tidak. Tingkah laku seperti apa yang bisa membuat seseorang dikatakan "Bucin" ? Dari pengalaman saya, saya akan coba tuliskan disini. 1. Mengabari pasangan saya kapanpun dan dimanapun.     Aneh menurut saya hal ini dikatakan sebagai "Bucin" things. Padahal tujuan dari mengabari pasangan adalah agar pasangan kita tidak merasa khawatir dan dapat memantau keberadaan kita, sehingga jika terjadi sesuatu hal yang darurat pasangan kita akan tahu keberadaan kita  dan bisa segera men...

Telinga Yang Tak Pernah Lelah Mendengar

Ketika lidahku tidak bisa ku redam, keluhku, resahku, khawatirku, ada telinga yang siap mendengar setiap saat. Aku tahu, ada kalanya telinga itu lelah mendengar, lelah menangkap kata-kata ku, lelah berpaku pada keluhku. Terkadang aku hanya mau ditenangkan dan dipeluk, tapi aku sadar sabar mu ada batasnya, nasihatmu ada titiknya yang mengharuskan ku menata hatiku sendiri bagaimana aku bisa mengolah perasaanku. Selain telinga mu, aku juga punya tempat mengadu dan berkeluh yang lebih besar kuasanya. Aku punya Tuhan. Walaupun terkadang, aku sebagai manusia yang seperti tidak tahu diri, hanya mengeluh, berkeluh dan berpeluh, tapi dibalik itu, aku selalu berusaha menyematkan syukurku, terimakasihku, dan sukacita ku.  Memang, hanya keluhku yang aku lihatkan, namun sebenarnya dalam hatiku yang terdalam aku selalu berusaha mengucap syukur dan bahagiaku. Tolong, jangan pernah lelah mendengarku, walau aku tahu semua itu ada batasnya.