Haruskah saya menjabarkan nasib saya hari ini? Haha, mungkin seharusnya memang saya ceritakan kisah pilu ini.
Ketika saya dihadapkan terhadap dua pilihan yang sulit untuk diputuskan. Kekasih dan Sahabat. Pikiran awam saya mengatakan bahwa keduanya ini dapat berjalan beriringan. Namun pada kenyatannya, entah, mungkin ini kenyataan yang saya hadapi, saya harus memilih salah satu dari dua orang terbaik saya. 1 kekasih yang begitu luar biasa memiliki kesabaran menghadapi saya, yang bahkan dirinya pun menyebut saya "aneh". Suka-duka juga saya dan kekasih telah lewati, saya tidak pernah menganggap sebuah "materi" itu penting. Tidak dipungkiri kebutuhan manusia saat ini dinilai dengan uang, namun saya tidak mempermasalahkan hal ini ketika saya harus membagi makanan saya dengannya atau berbagi rokok ketika keduanya tidak mempunyai uang. Menurut saya itu seni, seni dari sebuah perjalanan saling mencintai.Namun masih ada sisa luka di hati, ketika amarah yang ia luapkan pada saya, masih terasa euforia sedih, namun jika diingat mungkin ini memang salah saya. Memang seharusnya saya selalu menyalahkan diri saya sendiri atas kemarahannya. Namun, haruskah saya mendapatkan teguran tangan? Saya tahu saya salah, merupakan kesalahan fatal yang sering kali terulang. Namun, benak hati ini selalu bertanya, apakah ini wajar? Apa seharusnya ada tindakan lain selain amarah bibir? Entah. Mungkin saya baru sadar kalau sudah kena teguran tangan :p hehe.
Mencoba tegar itu sulit, maka dari itu saya butuh seorang sahabat yang ada di setiap saya merasa senang, sedih, punya uang dan tidak punya uang. Hahaha (saya dan sahabat selalu memiliki timing "kaya" yang berbeda). Saya sudah menjalin persahabatan ini sejak kami duduk di bangku SMP. Dari sekian banyak murid, hanya 1 yang bertahan dan tidak gugur hingga saat ini. Masa sulit jangan ditanya lagi berapa banyak detik yang sudah kami lewati bersama. Apalagi masa bahagianya. Kami sering membincangkan hal yang tak penting, namun kami selalu usahakan bertemu hanya untuk bertatap muka dan menikmati sebatang rokok, mungkin ditemani kopi. Terkadang, kami hanya duduk berseberangan dan sibuk dengan gadget masing-masing, namun kami tidak bosan asal di depan kami masih terpampang wajah masing-masing.
Seru jika diingat. Terlalu banyak memori dengan sahabat saya yang satu itu. Saya tidak pernah mau melepaskannya. Saya selalu memintanya bertahan walaupun saya harus meninggalkan ia sementara. Ia menyanggupi. Betapa indah bukan? Saya selalu bersyukur bisa membagi cerita penting-tidak penting kepadanya. Saya bersyukur bisa apa adanya dengan Sahabat saya. Sahabat, jangan pernah lupakan usaha yang kita perjuangan hingga saat ini. Ini rintangan yang harus saya dan kamu lewati. Jangan hilang arah dan melupakan memori dari tahun ke tahun. Bersabarlah Sahabat.
Comments
Post a Comment