Skip to main content

Rindu

Rindu ini menyiksa.
Jarak yang memisahkan hati, antara hatiku dan hatimu, jujur aku tak akan pernah sanggup.

Rindu ini selalu melintas, dibenak, dipikiran, dimalamku.
Malam akan selalu terasa sepi tanpa adanya raga dan hatimu disini, tepat disampingku. Pagi tak akan pernah sama rasanya tanpa adanya senyuman dan semangatmu. Siang tak akan pernah teduh tanpa adanya sapa dari mu, dan sore tak akan pernah sebegitu menyenangkan ketika bukan hadirmu yang menjemputku. 

Diri ini paham, bahwa jarak yang memisahkan ini adalah sementara. Sementara yang terasa selamanya. 
Sementara yang terasa menyedihkan.

Bahkan aku mendengarkan lagu kesukaanmu yang menjengkelkan, hanya sekedar untuk melepas rindu mengingat bagaimana cara kamu menyanyikan lagu itu untukku.

Seharusnya, tidak perlu ada air mata yang ku teteskan untuk jarak ini. Aku disini, seharusnya mendukungmu dengan kebiasaan-kebiasaan konyolku, bercanda denganmu dan melakukan hal-hal yang selalu membuatmu tersenyum. Tapi apa yang aku lakukan hari ini adalah semua kebalikan yang selama ini aku selalu lakukan. Bila dirimu sadar, hari ini aku berubah. Aku menjadi pendiam dan pasrah. Aku tidak lagi mengeluarkan kata-kata yang membuat mu terhibur. Aku menjadi biasa..
Bukan karena aku berubah, tapi aku tidak sanggup mengeluarkan diriku yang kamu kenal ketika dirimu bahkan tidak disini. Dalam hati ku terdalam, aku ingin kembali ceria, tapi aku terlalu sedih hingga yang keluar hanya air mata di pipi. Lemah sekali ya? 

Jujur, aku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Ketika aku mencintai seseorang, dan seseorang ini adalah orang yang paling berharga dihidupku, aku tidak sanggup kehilangan. Bahkan sedetikpun. Terkesan egois memang, namun memang begini kenyataannya. Aku tidak serta merta menjadi seseorang yang lemah akan jarak. Aku punya alasan. Alasan itu adalah aku tidak mau lagi kehilangan laki-laki yang paling berharga dalam hidup saya setelah Papa dan sosok Abang.

Untuk kamu, maafkan keegoisanku, maafkan rasa rindu yang berlebihan ini untuk mu. Aku harap kamu mengerti bahwa hati ini merindukan hatimu.

Comments

Popular posts from this blog

Di Depan

Ada apa sih di depan? Ya, ada masa depan saya. Memang belum terlihat, dan memang tidak akan mungkin saya bisa melihat masa depan. Namun yang saya yakini pasti adalah, apa yang saya kerjakan saat ini dan saya alami saat ini sudah menunjukan kira-kira masa depan saya seperti apa. Dalam umur saya yang masih menginjak di angka 21, belum banyak prestasi yang saya dapatkan. Saya sempat merasa minder karena saya belum bisa meraih prestasi-prestasi yang mungkin orang lain sudah dapatkan. Kebodohan saya waktu itu adalah saya selalu membandingkan diri saya terhadap orang lain, dimana orang lain tersebut adalah orang yang pernah menjadi bagian dari diri pasangan saya. Saya merasa dirinya lebih hebat dan lain sebagainya karena telah banyak mendapatkan penghargaan, serta terlihat berwawasan luas. Ia telah menyelesaikan S2 nya dan memiliki pikiran dewasa, sempat saya berpikir pasangan saya lebih cocok dengannya, karena faktor umur mereka yang tidak terlalu jauh, serta kecocokan dari cara berpikirn...

Bucin

Apa sih Bucin? Kata ini kerap terdengar dikalangan masyarakat sekarang, dan terkadang saya juga dijuluki "Bucin" ini. Kepanjangan dari kata ini tidak lain adalah Budak Cinta. Lalu, mengapa banyak orang mengatakan hal ini kepada pasangan-pasangan yang sedang jatuh cinta sedemikian rupa? Hmm. Kata orang Bucin itu adalah orang yang apa-apa selalu memberi prioritas utama pada pasangannya. Pertanyaannya, ada yang salah dengan menjadikan tambatan hatinya sebagai prioritas? Bagi saya tidak. Tingkah laku seperti apa yang bisa membuat seseorang dikatakan "Bucin" ? Dari pengalaman saya, saya akan coba tuliskan disini. 1. Mengabari pasangan saya kapanpun dan dimanapun.     Aneh menurut saya hal ini dikatakan sebagai "Bucin" things. Padahal tujuan dari mengabari pasangan adalah agar pasangan kita tidak merasa khawatir dan dapat memantau keberadaan kita, sehingga jika terjadi sesuatu hal yang darurat pasangan kita akan tahu keberadaan kita  dan bisa segera men...

Telinga Yang Tak Pernah Lelah Mendengar

Ketika lidahku tidak bisa ku redam, keluhku, resahku, khawatirku, ada telinga yang siap mendengar setiap saat. Aku tahu, ada kalanya telinga itu lelah mendengar, lelah menangkap kata-kata ku, lelah berpaku pada keluhku. Terkadang aku hanya mau ditenangkan dan dipeluk, tapi aku sadar sabar mu ada batasnya, nasihatmu ada titiknya yang mengharuskan ku menata hatiku sendiri bagaimana aku bisa mengolah perasaanku. Selain telinga mu, aku juga punya tempat mengadu dan berkeluh yang lebih besar kuasanya. Aku punya Tuhan. Walaupun terkadang, aku sebagai manusia yang seperti tidak tahu diri, hanya mengeluh, berkeluh dan berpeluh, tapi dibalik itu, aku selalu berusaha menyematkan syukurku, terimakasihku, dan sukacita ku.  Memang, hanya keluhku yang aku lihatkan, namun sebenarnya dalam hatiku yang terdalam aku selalu berusaha mengucap syukur dan bahagiaku. Tolong, jangan pernah lelah mendengarku, walau aku tahu semua itu ada batasnya.