Skip to main content

Jenuh

Sebelum mulai bercerita, ini bukanlah tulisan tentang cinta
Kata-kata yang akan saya tumpahkan disini merupakan isi hati tentang kerja

Pekerjaan yang saya jalani saat ini memang sangat nyaman. Mulai dari lokasi yang berdekatan dengan kediaman saya, serta lingkungan pekerjaan yang memperbolehkan karyawan nya untuk menggunakan baju yang santai. Tapi terlepas dari itu, saya mulai merasa jenuh.

Jenuh karena rutinitas yang saya jalani bukanlah pekerjaan, melainkan menonton serial drama di Netflix. Awalnya saya merasa sangat senang akan hal ini, datang setiap pagi dan tidak perah direpotkan dengan pekerjaan, bahkan saya hanya bersantai-santai sambil memakan kudapan dan menonton film. Namun lambat laun hal ini menjadi bumerang bagi diri saya sendiri, saya merasa tidak berkembang. Kemampuan yang saya miliki tidak saya tuangkan dalam pekerjaan ini. Saya tidak mengeluh, dan saya sangat bersyukur akan kesempatan bekerja di tempat ini. Banyak teman disekitar saya merasa iri karena saya bekerja di tempat yang cukup santai, namun terkadang saya juga merasa ingin menjalani kesibukan yang luar biasa hingga saya merasa bahwa hidup saya bermanfaat.

Sekali lagi, bukan mengeluh. Lingkungan dan teman kerja tidak selalu sesuai dengan apa yang kita harapkan. Saya memahami itu. Saya tidak serta merta menyalahkan lingkungan dan teman disekitar untuk perasaan jenuh saya. Saya tidak menyerah, belum, tapi jika saya bisa mendapatkan perusahaan yang lebih baik, kenapa tidak? 

Jujur saya sebenarnya tidak tahu mengapa saya menuliskan cerita tidak penting ini, hanya meluapkan isi hati saja. 

Comments

Popular posts from this blog

Di Depan

Ada apa sih di depan? Ya, ada masa depan saya. Memang belum terlihat, dan memang tidak akan mungkin saya bisa melihat masa depan. Namun yang saya yakini pasti adalah, apa yang saya kerjakan saat ini dan saya alami saat ini sudah menunjukan kira-kira masa depan saya seperti apa. Dalam umur saya yang masih menginjak di angka 21, belum banyak prestasi yang saya dapatkan. Saya sempat merasa minder karena saya belum bisa meraih prestasi-prestasi yang mungkin orang lain sudah dapatkan. Kebodohan saya waktu itu adalah saya selalu membandingkan diri saya terhadap orang lain, dimana orang lain tersebut adalah orang yang pernah menjadi bagian dari diri pasangan saya. Saya merasa dirinya lebih hebat dan lain sebagainya karena telah banyak mendapatkan penghargaan, serta terlihat berwawasan luas. Ia telah menyelesaikan S2 nya dan memiliki pikiran dewasa, sempat saya berpikir pasangan saya lebih cocok dengannya, karena faktor umur mereka yang tidak terlalu jauh, serta kecocokan dari cara berpikirn...

Bucin

Apa sih Bucin? Kata ini kerap terdengar dikalangan masyarakat sekarang, dan terkadang saya juga dijuluki "Bucin" ini. Kepanjangan dari kata ini tidak lain adalah Budak Cinta. Lalu, mengapa banyak orang mengatakan hal ini kepada pasangan-pasangan yang sedang jatuh cinta sedemikian rupa? Hmm. Kata orang Bucin itu adalah orang yang apa-apa selalu memberi prioritas utama pada pasangannya. Pertanyaannya, ada yang salah dengan menjadikan tambatan hatinya sebagai prioritas? Bagi saya tidak. Tingkah laku seperti apa yang bisa membuat seseorang dikatakan "Bucin" ? Dari pengalaman saya, saya akan coba tuliskan disini. 1. Mengabari pasangan saya kapanpun dan dimanapun.     Aneh menurut saya hal ini dikatakan sebagai "Bucin" things. Padahal tujuan dari mengabari pasangan adalah agar pasangan kita tidak merasa khawatir dan dapat memantau keberadaan kita, sehingga jika terjadi sesuatu hal yang darurat pasangan kita akan tahu keberadaan kita  dan bisa segera men...

Telinga Yang Tak Pernah Lelah Mendengar

Ketika lidahku tidak bisa ku redam, keluhku, resahku, khawatirku, ada telinga yang siap mendengar setiap saat. Aku tahu, ada kalanya telinga itu lelah mendengar, lelah menangkap kata-kata ku, lelah berpaku pada keluhku. Terkadang aku hanya mau ditenangkan dan dipeluk, tapi aku sadar sabar mu ada batasnya, nasihatmu ada titiknya yang mengharuskan ku menata hatiku sendiri bagaimana aku bisa mengolah perasaanku. Selain telinga mu, aku juga punya tempat mengadu dan berkeluh yang lebih besar kuasanya. Aku punya Tuhan. Walaupun terkadang, aku sebagai manusia yang seperti tidak tahu diri, hanya mengeluh, berkeluh dan berpeluh, tapi dibalik itu, aku selalu berusaha menyematkan syukurku, terimakasihku, dan sukacita ku.  Memang, hanya keluhku yang aku lihatkan, namun sebenarnya dalam hatiku yang terdalam aku selalu berusaha mengucap syukur dan bahagiaku. Tolong, jangan pernah lelah mendengarku, walau aku tahu semua itu ada batasnya.